Pemuda sebagai generasi penerus bangsa juga penerus peradaban. Keberadaan kaum muda dalam rentang sejarahnya selalu berada dalam garda depan dalam setiap perubahan bangsa dan peradaban. Hal tersebut didasari kepada semangat juang membara yang mengalir dalam diri para pemuda untuk terlibat dalam konstelasi sejarah bangsa dan peradabannya.
Persoalan terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian besar pemuda
sekarangnya ini kadangkala lebih didasari pada sebuah persoalan timbulnya gaya
hidup yang ada disekitarnya. Dalam masyarakat perkotaan lebih dengan budaya
hedonisme. Budaya hedonisme yang belakangan menjadi identitas baru dalam dunia pemuda
perlahan mulai menggeser identitas lokal yang menjadi identitas diri sebagai
anak bangsa. Kehidupan pemuda lebih banyak dihabiskan untuk hal-hal yang
cenderung kurang bermafaat; timezone,
games, dugem, tawuran dan lainnya yang sebenarnya menjauhkan diri dari akar
sosialnya. Sedangkan dalam masyarakat pedesaan (perkampungnya) lebih didasari
bengkaknya keputus asaan dalam mengakses pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan.
Disamping itu juga adanya abrasi budaya perkotaan yang secara perlahan sudah
mulai memasuki budaya perkampungan; dan biasanya hal-hal yang bersifat negatif.
Implikasi dari persoalan diatas disadari atau tidak, akan menyebabkan timbulnya rasa tidak acuh terhadap diri, bangsa dan alam sekitanya. Terlebih globalisasi mempercepat arus
perubahan multimensi. Globalisasi
sudah merambahkan pada
sector telekomunikasi, politik,
social, ekonomi, budaya dan
lainnya. Mengimpor hal-hal yang bersifat asing dan dianggap modern secara
perlahan menghisap alam bawah sadar dan adanya filterisasi terlebih dahulu. Seakan penjajahan secara halus inilah
yang paling sempurna menyelami kematian secara sadar. Ciri dari globalisasi
merupakan volume pergerakan modal yang lebih besar. Modal seperti yang
diungkakan Pierre Bourdieu bukan selalu hal yang berbentuk ekonomi (uang)
melainkan juga modal kekuasa, social dan budaya. Meminjam teori Habitus yang disampaikan Bourdieu maka Habitus sebagai sebuah bentuk gambaran
tentang sigmentasi dan ruang didalam masyarakat maka globalisasi mampu
memproduksi segala bentuk macam habitus baru. Meski dalam pembetukannya tetap
saja dipengaru oleh aksi, situasi maupun praktek yang mengikutinya.
Maka untuk mengatasi hal tersebut keterlibatan semua pihak atas terjaganya
moral dan mentalitas para generasi muda (pemuda) merupakan sebuah keniscayaan
agar nilai luhur agama, bangsa dan budaya lokal senantiasa terjaga. Berangkat
dari sinilah maka kami sebagai anak kampung yang barangkali dianggap kelas nomor dua dalam
masyarakat modern. Berinisatif untuk
bisa berkontribusi untuk pembangunan umat dan bangsa lewat pembangunan yang
diawali dari kampung.
Pembangunan ini dimulai dengan menghimpun para pemuda dalam sebuah
organisasi yang kami namakan “Pemuda Kampung Diaspora”. Organisasi
ini terdiri dari pemuda kampung yang melakukan diaspora kedalam berbagai
sector meliputi Pedagang, Petani, Buruh, TKI/TKW, Mahasiswa, pelajar, Ustadz,
Kyai, Santri dan lainnya yang mempunyai keyakinan dan impian untuk membangun
kampung. Selain itu, organisasi ini diharapkan menjadi gerakan yang akhirnya pemuda kampung dapat berkontribusi
dalam pembangunan kampung, masyarakat dan bangsanya dimanapun dia berada. Dari kampung
untuk kampung. Kenali kampungmu, bangun
kampungmu!
0 komentar: